Jalan-Jalan Ke Bawean. Pengalaman Baru, Teman Baru, Inpirasi Baru

Pertama kali menginjakkan kaki di Gresik pada pertengahan 2011, yang terbayang hanya pabrik, pabrik, dan pabrik. Bayangan saya kala itu sebagai pendatang, Gresik adalah salah satu kabupaten di Pulau Jawa yang berbatasan langsung dengan Surabaya. Paling juga kalau mau liburan ala-ala piknik di alam ya ke Malang yang sudah terkenal dengan hawanya yang sejuk.
Namun tak dikira tak disangka, Teman ngebolang saya yang selalu punya ide untuk jalan, Theda, bercerita bahwa salah satu sahabatnya sejak SD, Hety, menjadi Pengajar Muda (PM) di Pulau Bawean, Kabupaten Gresik. Bawean? Gresik? Saya yang hampir satu tahun mendengar Pulau Bawean saja belum pernah. Ada gitu Gresik punya Pulau?
Saya mencoba googling sana-sini mengenai pulau Bawean. Tidak terlalu banyak situs atau berita yang berisikan tentang informasi wisata bawean. Secara umum, berita-beritanya cenderung berkisar urusan pemerintahan, transportasi, dan informasi umum tentang Pulau Bawean. Untungnya, saya punya teman juga yang paham sekali soal Gresik, Irwan. Dari Irwan juga saya tahu banyak mengenai tips dan trik menuju ke Pulau Bawean. Termasuk dimana loketnya, jadwal kapalnya, dan sebagainya.
Setalah Theda berhasil menghubungi Hety, dan dirapatkan sana-sini soal kapan berangkatnya, disepakati tanggal rencana keberangkatan pada 12 Mei 2012. beberapa hari sebelum hari rencana keberangkatan, dengan PD nya Saya menuju ke tempat pembelian tiket kapal cepat Express Bahari (EB) di Gresik, dan ternyata, semuanya sudah SOLD OUT alias habis karena kebetulan pada tanggal itu ada haul akbar di Bawean. Wah, dari semangat 45 langsung berasa lemes banget karena tidak mudah menentukan waktu kami untuk pergi ke sana mengingat kami hanya bsa pada week end.
Saya mencoba menghubungi Irwan kembali, dan memang Tuhan itu selalu menurunkan orang baik di saat yang tepat. Dengan keajiban dari teman Irwan, Mas Raffa, akhirnya kami berhasil mendapatkan tiket tentu saja setelah mengkonfirmasi kantor kapal Express Bahari di Bawean bahwa pada tanggal 13 Mei 2012 kami sudah pasti mendapatkan tiket untuk pulang ke Gresik. Akhirnya, Bawean, Here We Come! 
Kapal berangkat pada tanggal 12 pukul 09.00 dari dermaga pelabuhan Gresik. Ketika subuh datang, saya menjemput Theda di Terminal Bunder Gresik dahulu. Theda sendiri baru berangkat dari Jogja malam harinya. Jam 8 pagi, taksi biru membawa kami ke Pelabuhan Gresik. Sehari sebelumnya saya sendiri sudah ke Pelabuhan Gresik untuk melihat jenis kapal apa yang akan membawa saya ke Bawean. Rasanya sudah tak sabar hari itu untuk segera berlayar ke Bawean dengan kapalputh-orange bernama Express Bahari 1C itu.
Pelabuhan sudah ramai sekali. Sudah berbagai macam orang dan bawaan untuk sanak keluarga di Bawean bertumpuk-tumpuk di pelabuhan, dari kardus, makanan, pakaian, sampai mebel semuanya ada. Suasananya pun mirip sekali dengan pasar karena ketika ada kapal berlayar, sudah banyak orang yang berjualan di sekitar Pelabuhan. Akhirnya setelah menunggu, kami boarding masuk ke kapal. Saya amati banyak juga yang menggunakan identitas paspor. Baik paspor hijau, maupun paspor tetangga.
Perjalanan ini termasuk cukup panjang untuk perjalanan di laut. Bawean berjarak 80 mil laut di utara pulau jawa. Perlu waktu 3,5 jam untuk sampai ke sana menggunakan kapal cepat. Setelah terguncang-guncang di perut kapal (untunglah kala itu cuaca bersahabat) sampailah kami di Pelabuhan Sangkapura,Pulau Bawean.  Dan entah hari itu benar-benar cerah, dan menurut saya adalah langit paling bersih dan paling bagus yang pernah saya lihat. Benar-benar biru dan semburat putihnya membuatnya jadi makin indah. Cukup lama saya dan Theda berfoto-foto di pelabuhan. Kalau tidak ingat kami dijemput Hety,mungkin bisa lama kami ngendon di Pelabuhan.
Keluar dari pelabuhan, Hety sudah menjemput kami bersama dengan teman PM yang lain bernama Wintang. Baru pertama saya ketemu, rasanya sudah langsung cair.dan untungnya lagi, Hety paham betul kalau kami yang habis bergejolak dalam bahtera EB (halah) sudah kelihatan lapar. Kami pun dibawa ke McD. Wah, ada lagi nih, pulau Bawean ada McD? Ternyata maksud merekaberdua adalah Mak Dije. Sebuah warung makan sederhana yang ada di Bawean. Oalahm saya pikir Mas Ronald rambut merah sudah ekspansi sampai ke situ.
Di Warung ini, saya menemukan masakan yang enak banget. Bukan saya lapar, tapi saya gini-gini juga tahu kok mana masakan yang enak sama enak banget. Cumi hitam yang dimasak Mak Dije rasanay top banget. Pak Bondan kalau ke Bawean mungkin harus mampir ke sini nih. Tdak Cuma saya yang bilang enak banget. Theda saja sampe nyeletuk “Duh, kalau ngidam cumi hitam Mak Dije repot nih. Jauh dari Jogja”
Hari itu acara kami adalah keliling Bawean. Saya dan Theda dikenalkan dengan beberapa orang yang PM yang lain. Selain Hety dan Wintang, ada Lasti Putri, Icha, dan Tidar. Kami juga sempat merasakan keramahan yang luar biasa dari warga Bawean. Saya sebagai orang baru, orang luar, tapi diperlakukan dengan sangat ramah dan akrab. Seolah mereka sudah mengenal saya lama. Salah satunya adalah Mbak Amy. Karyawati Bank yang ada di Bawean. Meski bar kenal, beliau sangat ramah. Bahkan terasa sangat akrab.
Setelah mengobrol sebentar dengan mbak Amy, Kami mencari penginapan di Bawean, dan kami memilih hotel Pusaka Bawean. Kebetulan hari itu mama Putri sedang di Bawean, akhirnya kami semua termasuk semua PM diboyong untuk menginap di Hotel Pusaka Bawean itu. Hotelnya ada wi fi nya loh. Dan itu salah satu wi fi paling cepat yang pernah saya pakai. Kamar saya kebetulan berada di lantai 2 dan menghadap ke Pelabuhan. Dari jauhsaya bisa melihat EB yang membawa kami bersandar di pelabuhan dan dilatarbelakangi dengan langit yang cantik.
Sore hari saya diajak untuk menuju Pantai Selayar. Kami berangkat berboncengan naik sepeda motor. Saya waktu itu dibonceng oleh Wintang. Asyik mengobrol saya baru tahu kalau Wintang masa kecilnya pernah di Jogja sebelum akhirnya pindah ke Jakarta. Dan yang paling mengejutkan adalah Wintang itu teman sekelas saya waktu TK! Tuhan itu memang luar biasa. Saya bisa bertemu teman TK saya dengan cara yang ajaib!
Menjelang sore kami sampai ke Pantai Selayar. Ini baru namanya pantai pribadi. Benar-benar tidak ada orang di sini selain kami. Saya menyaksikan Sunset yang indah di sini. Sebenarnya ada Gili di seberang yang bisa dicapai dengan jalan kaki bila air surut. Namun mengingat itu sudah sore,kami urungkan niat tersebut. Di Pulau Selayar kami asyik foto-foto dengan sunset yang cantik. Seketika itu ada usulan untuk pegi ke Pulau Gosong di Noko Barat. Apalagi ada informasi bahwa kapal EB 1C yang seharusnya bertolak dari bawean hari Minggu pukul 09.00 akan berangkat pukul 13.00! Waaah... ini namanya rejeki!
Setelah gelap datang, kami kembali ke Sangkapura. Jangan dikira jalannya enak. medannya sangat terjal,gelap, tanpa penerangan. Kami melewati hutan, jalanan sempit, dan tanpa petunjuk sama sekali. Namun tampaknya para PM sudah hafal betul rute dan medannya. Alih-alih merasa takut, kami merasa seru naik motor dengan modal lampu motor dan dengan bintang di atas kami. Kami sempat mampir ke seorang bapak yang kapalnya akan kami sewa ke pulau Gusung besok.Tampaknya teman-teman PM ini sudah jag sekali bahasa Bawean. Ngobrolnya berasa asyik banget sama bapak itu.
Sampai di Hotel, kami bersih-bersih diri. Dan karena capek akhirnya saya tertidur dengan niat mau bangun untuk melihat sunrise. Niat ya tinggal niat, ternyata saya bangunnya kesiangan karena capek hehehe... Akhirnya setelah bersiap-siap kami menuju ke rumah bapak yang menyewakan kapal dan berangkatlah kami ke Pulau Noko.
Pulau Noko adalah semacam Pulau Gosong karena hanya berupa hamparan pasir dengan vegetasi yang terbatas. Airnya jernih sekali, pulaunya bersih, pasirnya halus. Kami banyak mengambil foto-foto dengan berbagai pose di sana. Kami pun berman air mengingat airnya begitu menggoda saking jernihnya. Gradasinya pun indah. Dari biru muda hingga biru gelap. Ombaknya tenang atau bahkan hampir tidak ada ombaknya. Mengingat kapal akan bertolak pada pukul 1 siang, kami kembali dan merapat di Pulau Bawean sebelum pukul 11 siang. Kami sempat diantar untuk mencari oleh-oleh kaos khas Bawean di rumah Bapak Camat (CMIIW). Saya sih sempat was-was taut ketinggalan. Tapi untungnya istri beliau ikut layar juga ke Gresik. Aman deh, nggak mungkin kan istrinya pak Camat ditinggal hehehe...
Sebenarnya masih ingin sekali kami mengunjungi danau Kastoba dan penangkaran Rusa. Bawean kan terkenal dengan rusanya. Tapi mosok nggak liat rusanya? Daripada ketinggalan EB dan harus naik tongkang, kami terpaksa merelakan 2 tempat itu dan berharap suatu ketika bisa kembali ke sana lagi. Setengah 1 siang, kami diantar kembali ke Pelabuhan Sangkapura oleh Hety dan Wintang. Dan tepat pada pukul 1 siang, kapal bertolak menuju ke Pelabuhan Gresik bersama dengan cerita baru, teman baru, semangat baru, dan pastinya inspirasi baru. Au Revoir Bawean. See you J
*) Note: Saat ini saya masih kepengen bisa ke Bawean lagi untuk ke Kastoba dan penangkaran rusa. Selain namun tampaknya cuaca beberapa waktu ini agak kurang mendukung. Ditambah lagi beberapa waktu lalu, transportasi menuju ke Bawean sempat simpang siur kepastiannya. Jadi buat saya yang kuli dan hanya bisa kabur pas weekend, agak sulit menyesuaikan waktunya. Dan regulasi yang baru sekarang, tidak ada EB yang berangkat ke Bawean sabtu dan kembali ke Gresik Minggu.
Tapi saya setuju dengan postingan sebelumnya, Pulau Bawean adalah salah satu mutiara yang tersembunyi di utara Gresik. Alamnya luar biasa indah, tidak terjamah tangan jahil, orangnya pun ramah. Dan mungkin benar anggapan bahwa semakin sulit untuk mencapai suatu daerah, maka alamnya pun akan semakin alami. Dan itu pun terlihat di Bawean. Saya pribadi melihat Bawean seperti Karimunjawa ketika saya kesana padaakhir tahun 2009. Tidak terlalu ramai, alamnya asri, dan alami. Lihat sekarang di Karimunjawa, sudah penuh dengan orang-orang seiring dengan semakin terkenalnya Karimunjawa.
Satu lagi, mungkin pemanfaatan kekayaan alam di Bawean untuk pariwisata belum digarap secara maksimal baik akomodasi, transportasi, dan fasilitas. Kalau digarap dengan lebih serius, mungkin bisa menjadi daya tarik yang luar biasa.selain untuk wisata pantai, budaya, alam, atau bahkan snorkling. Tapi misal seuatu ketika Bawean terkenal dan banyak dikunjungi wisatawan, semoga tetap alami, tetap humble, dan tetap luar biasa.
Yang jelas, terima kasih sekali untuk pengalaman yang luar biasa di Bawean. Terutama untuk Theda, Hety, Wintang, Tidar, Putri, Icha, Lasti, mama Lasti, Irwan, Mas Raffa, dan pastinya oom Rusa
Info Gak penting: saya bangga bisa menjadi orang pertama di departemen saya yang pernah ke Bawean. Bahkan yang asli Gresik pun belum pernah ke sana hehehehe
Oia, ini ada link tulisan saya di detik travel. Salah satu tulisan saya tentang bawean
http://travel.detik.com/read/2012/05/16/135000/1917992/1025/bawean-mutiara-yang-tersembunyi-di-laut-jawa

Selain itu, mungkin tulisan ini akan di publish di rusabawean.com sesuai dengan request dari oom rusa dan hety :)




















Tugu Kilometer Nol Indonesia Sabang

Tugu Kilometer Nol Indonesia Sabang

Dari Sabang sampai Merauke berjajar pulau-pulau, sambung menyambung menjadi satu itulah Indonesia…”. Sepenggal lagu kebangsaan ini adalah lagu kesukaan saya, dan tidak pernah bermimpi bahwa suatu saat saya akan melakukan perjalanan seperti lagu itu, melihat sendiri pulau berjajar sambung menyambung menjadi satu kesatuan, dari ujung Barat sampai Timur.
Indeed it’s so BEAUTIFUL and that’s my HOME Indonesia. Dari Banda Aceh kami melipir ke Kota Sabang untuk berkunjung ke Tugu Kilometer Nol Indonesia Sabang, dengan naik fery dari pelabuhan Ulee Lheue (baca Ule Le) yang berangkat 2x sehari kecuali Senin & Jumat hanya 1x pada jam 14.00 WIB. Ada cerita seru saat pasukan Kunjung 2 Ujung hendak berangkat ke Kota Sabang.
Waktu itu Senin 20 Juni 2011, dan jadwal Fery pukul 14.00. Kami sudah tiba di Banda Aceh sejak pukul 7 pagi dari Medan. Tapi karena keasyikan melihat sisa-sisa keganasan Tsunami serta keenakan menikmati Soto Pojok dan Sate ayam di Warung Pojok Seulanga, kami lengah jadwal, hingga nyaris terlambat sampai di Pelabuhan Ulee Lheue.
Dari kejauhan tanda-tanda fery akan segera berangkat sudah terdengar. Begitu mobil masuk pelabuhan saya langsung melesat bak roket ke loket pembelian karcis, sementara trio Esjepes langsung menuju fery. Begitu tiba, pintu fery nyaris tertutup. Dengan sigap saya melompat ke Fery dan langsung menarik Ikyu, menyusul mba Indah dan Mas Iwan.
tugu kilometer nol indonesia sabang
Tengara Selamat Datang di Pelabuhan Ulee Lheue yang sempat saya foto. Persoalan belum selesai. Kami harus berpikir keras bagaimana agar bisa masuk ke dalam fery karena tidak mungkin berdiri di depan pintu geladak selama 2,5 jam dibawah terik matahari Banda Aceh yang sedang mengobral sinar panasnya dengan riang gembira.
Akhirnya memanjatlah kami, menerobos pagar buritan yang penuh minyak pelumas hitam pekat. Bertiga kami bisa mengatasinya dengan baik tapi tidak dengan Mas Iwan. Salut untuk Ikyu yang berusia 11 tahun dan bisa mengatasi situasi yang sangat sulit, karena masing-masing dari kami harus membawa 2 tas ransel yang cukup berat. Pfuuuh.
Namun persoalan belum juga selesai. Kami harus melompati motor-motor yang diparkir untuk sampai ke dalam fery. Ikyu sempat pucat pasi ketika kamera Bapaknya nyaris terjatuh dari ketinggian dua meter dilempar oleh seorang ABK yg membantu kami. Untungnya kami menemukan tempat nyaman hingga langsung terlelap sampai tiba di Pelabuhan Balohan.
Kapal Fery Simeulue merapat di Pelabuhan Balohan tepat pukul 4 sore. Angin cukup bersahabat hingga mempercepat perjalanan kami. Di Balohan kami dijemput Fatwa, dan langsung meluncur ke Iboih, Kilometer Nol Indonesia, yang memakan waktu 40-60 menit. Begitu menginjakan kaki di Tugu Kilometer Nol Indonesia Sabang, ketegangan di ferry tadi lenyap seketika.
tugu kilometer nol indonesia sabang
Ikyu dan Mba Indah di depan Lingkaran Kilometer Nol Indonesia dari semen berdiameter 50 cm di dalam bangunan tugu. Tugu Kilometer Nol Indonesia Sabang tingginya 22,5 meter, dicat putih bergaris oranye. Di Puncak Tugu terdapat patung Burung Garuda menggenggam angka nol, namun karena tinggi bangunan maka patungnya tidak terlihat dengan jelas.
Bangunan Tugu Kilometer Nol Indonesia Sabang konon menghabiskan dana sekitar 1M lebih, ckckckck… Jika saja saya boleh memilih, saya akan memilih bangunan itu dirubuhkan hingga bentuk atau letak Titik Nol-nya bisa dilihat dengan jelas dan cukup dikelilingi pohon-pohon tinggi disekitarnya. Mungkin kesan yang ditimbulkan jauuh lebih baik.
Saya mendapat Sertifikat Pengunjung No. 43814 Tugu Kilometer Nol Indonesia Sabang yang ditandatangani Munawar Liza Zainal selaku Walikota Sabang. Untuk mendapatkan sertifikat itu saya membayar Rp. 20.000. Tugu Kilometer Nol Indonesia Sabang berada di kawasan Hutan Wisata Sabang, Desa Iboih Ujong Ba’u, Kecamatan Sukakarya, sekitar 5 km dari Pantai Iboih.
tugu kilometer nol indonesia sabang
Pengumuman Penting di dekat Pintu Tugu Kilometer Nol Indonesia Sabang itu. Banyak orang yg terkecoh dengan letak Tugu Kilometer Nol Indonesia Sabang, yang menyebutkan berada di Pulau Weh, padahal yang di Pulau Weh itu adalah Tugu Kembar Sabang Merauke yang berisi informasi tentang posisi Kota Sabang.
Sayang sekali pada prasasti Tugu Kilometer Nol Indonesia Sabang terdapat banyak coretan tangan, padahal aturan “Dilarang coret mencoret di lokasi Tugu 0 KM Indonesia” jelas terpampang, lengkap dengan hukumannya. Herannya tidak ada yang takut atau mungkin karena minimnya pengertian tentang pentingnya tempat bersejarah ya? Entahlaah….
Jika tertarik mengunjungi Kota Sabang dan menginjakan kaki di Tugu Kilometer Nol Indonesia Sabang, ada beberapa cara menuju ke sana. PERTAMA melalui Banda Aceh. Garuda ada penerbangan 2x sehari, dan ada juga Lion dan Sriwijaya. Dari Bandara Sultan Iskandar Muda naik angkot Rp. 10.000 ke Pelabuhan Ulee Lheue, lanjut naik kapal Fery KMP Simeulue Rp. 28.500 atau Kapal Cepat Bahari Expres Rp. 68.000 per orang.
KEDUA dengan naik kapal laut. Dari Jakarta dengan KM KELUD berangkat hari Jumat ke Belawan-Medan, dari Medan ke Banda Aceh naik Bus Malam Kurnia Rp. 110.000 atau Pelangi Rp. 180.000. Dari Banda Aceh lanjut cara PERTAMA. Untuk keliling Kota Sabang bisa naik angkutan umum atau sewa mobil Rp. 350.000 atau mini bus Rp. 500.000 muat 11 orang, sudah termasuk bensin dan supir.
Penginapan di Sabang seperti Sabang Hill dengan harga kamar Rp. 250.000 s/d Rp. 750.000 / malam dan Freddie Rumah Santai Sumur Tiga (sangat dianjurkan) harga sewa hari biasa Rp. 258.000 sedang akhir pekan Rp. 308.000. Ada juga di Iboih dengan sewa Rp. 200.000. Oya, kalau di Kota Sabang tidak berlaku Hukum Syariat Islam, dan disana penduduknya sedikit lebih moderat jadi kamipun bisa menjadi diri kami sendiri

BROMO MOUNTAIN

pengalaman menapaki gunung Bromo ini bermula ketika ada acara liburan dari kantor ibu dan memperbolehkan mengajak keluarga , ya walaupun pasti banyak orang" tua (teman" sekantor ibu) yg ikut dan anak" mereka yg rata" emg umurnya jauh di bawah ku mungkin yg sudah lulus sekolah atau yg berkuliah dan bekerja bisa dihutung dgn jari, hhhhhhhh

  dan ke bromo pada waktu itu emg pengalam pertamaku jg kesana, dan kami menginap disuatu vila yang lumayan lah untuk jarak ke pintu masuk menuju Bromonya, brp waktu yg ditempuh sih kurang tau karna emang aku tidur didalam bis.
oia alasan ku ikut di liburan kanntor dai ibu itu emg terkadang hiburanya disitu ada lomba da yang menang pasti dapet duit langsung CASH kwkwkwkwkw tp realitanya aku cuman bisa liatin orang tua karaoke dan jogetan" aneh :p lalu tibalah ketika saat malam di vila pesata duren pun dimulai ada banyak durian yg dibawa oleh satu mobil yg emg mgkin disediakan kali ya hhh.
   dan dari vila ke bromo klo gk salah pukul 1-2 pagi yg emg dingin"nya suasana dan hawa"

dan ini beberapa dokumentasinya:

















Pantai Pulodoro Malang

Nama          : Pantai Pulodoro
Lokasi         : desa Banjarejo kec.Donomulyo Malang Selatan
Rute             : dr kota malang ikuti petunjuk ke Kepanjen lalu ikuti petunjuk ke Pagak trus ikuti petunjuk ke pantai Ngliyep dan ikuti petunjuk ke Banjarejo. Sampe di Banjarejo ikuti jalan utama hingga sampe pantai Mbantol. Dari pantai Mbantol jalan kaki ke barat ngikuti jalan setapak masuk hutan ke barat. Sekitar 10 menit sampe di pantai kedung celeng, dr pantai kedung celeng ngikuti kelanjutan jalan setapak tadi ke barat sekitar 15 menit maka sampe di pantai Pulodoro ini.





NB : pantai pulaudoro ini masih masuk dalam deretan pantai2 di desa Banjarejo. Lokasinya jg berdekatan, jadi jk anda berkunjung ke desa Banjarejo, anda bisa menjelajah beberapa pantai.